Total Tayangan Halaman

Rabu, 28 Desember 2022

Selasa, 27 Desember 2022

SNNT (struma nodosa non toksik)


A. Pengertian
Struman nodosa non toksik ( SNNT) merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagaisuau nodul, tanpa disertai tanda  - tanda hipertiroidisme (www. Bloger.com)
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul antau lebih dari satu nodul tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisem. ( sri hartini, ilmu penyakit dalam, jilid I , hal 461, FKUI, 1987)
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat kekurangna masukan iodium dalam makanan. ( kapita selekta kedokteran, jilid 2)
Dari ketiga pengertian di atas dapat di simpilkan bahwa Struma Nodosa Non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid tapa ada tanda – tanda hipertiroidisme yang emrupakan penywbab dari kekurangan iodium di makanan.
B . Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dbutuhkan tubuh untuk pembentukan hormin tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap oleh usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar tiroid , iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler, aleh tiroid stimulating hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang rterbentuk dalam molekul diyodotironin memnbentuk tiroksin ( T4) dan molekul yoditironin ( T3). Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik negative dari sekresi tiroid stimulating hormone dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang thyrodotironin ( T3) merupakan hormone metabolic tidak aktif. Beberapa oabt dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolism thryroid sekaligus mengahmbat sintesis tiroksin ( T4) dan melalui rangsangan umpan balik negative meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofise. Keadaaan ini menybabkan pembesaran kelenjar tiroid.
Gejala yang mungkin muncul adalah thyroid membesar dengan lambat, awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin, jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gannguan pada trespirasi dan juga esophagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.



C . Penatalaksanaan
A. ganas maka tindakan yang harus dilakukan adalah operasi tiredektomi near total.
B.curiga maka yang dilakukan adalah operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku ( VC)
Bila hasil nya menunjukan , Ganas maka yang dilakukan adalah operasi tiredektomi near total, bila hasilnya , jinak maka yang harus dilakukan adalah operasi lobektomi atau tiredektomi near total. Alternative lain : sidik tiroid, bila hasilnya Cold Nodule, maka tinadaknanya adalah operasi.
c. tak cukup / sediaan tak representative
jika nodul solid (saat BAJAH) ; ulang BAJAH. Bila diduga ganas tinggi maka dilakukan operasi lobektomi, bila klinis curiga ganas rendah hanya di observasi
jka nodul kistik saat aspirasi, bila kistik regresi hanya di observasi. Bila kista rekurens, klinis curiga gansa rendah maka harus di observasi, bila kista rekurens curiga ganas tinggi maka harus dilalukan operasi lobektomi.
d. jinak
Terrapin dengan levo – tiroksin (LT4) dosis subtoksi.
·         Dosis distrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari)
·         Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 -  4  hari )
·         Bila tidak ada efeksamping atau tanda – tanda toksis ; dosis menjadi 2 x 100 ug samaoi 4 – 6 minggu, kemudian evaluasi TSH ( target 0,1 – 0,3 uIU / L)
·         Supresi TSH diperahankan selama 6 bulan.
·         Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak ( berhasil bila mengecil >50 % dai volume awal)
Bila nodul mengecil atau tetap,L tiroksin di hentikan dan di observasi. Bila setelah itu  struma membesar lagi, maka  Ltiroksin di stimulasi lagi, maka L tiroksin dimulasi lagi ( target TSH 0,1 – 0,3 ul U/L).bila setelah 1 tiroksin dihentikan, struma tidak berubah, di observasi saja. Bila nodulmembesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi obat di hentikan dan operasi tiredektomi dan dulakukan pemeriksaan histopatologi hasil PA  jinak sampai denga L tiroksin, target TSH 0,5 – 3,0 ul U/L. terapi L tiroksin diberikan pada individu yang berediko gans tinggi (TSH < 0,01 – 0,05 ul U/L), dan individu dengan ganas rendah ( TSH 0,05 – 0,1 ul U/L).

askep halusinasi

 Halusinasi adalah persepsi sensori yang keliru yang melibatkan panca indera ( An Isaac. 2005 ).

 Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata dimana klien menginterpretasikan suatu yang nyata tanpa stimulus / rangsangan dari luar ( Stuart and Sundeen. 1995 )

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah / pola stimulus ( baik dimulai dari internal maupun eksternal ) yang dihubungkan dengan suatu kekurangan, berlebih – lebihan / kegagalan dalam berespon terhadap setiap stimulus ( Marry C. Town Send. 1998 )






B. Psikodinamika
Terjadinya gangguan sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multifaktor baik eksternal maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang mengisolasi diri dari lingkungan, trauma yang menyebabkan rasa rendah diri, koping keluarga tidak efektif, dan permasalahan yang kronik tidak dapat diselesaikan, gangguan otak karena kerusakan otak, keracunan zat karena halusinogen serta pengaruh lingkungan sosial budaya yang berbeda, gangguan respon neurobiologis yang maladaptif, adanya lesi pada area frontal, temporal dan limbik, juga adanya ketidak seimbangan antara dopamin dan neurotransmiter lainnya.
Hal – hal tersebut menyebabkan manifestasi klinik seperti  individu menjadi harga diri rendah, mengalami depresi karena individu tersebut tidak ingin membicarakan masalah dengan orang lain sehingga masalah klien tersebut tidak terselesaikan. Dalam keadaan ini individu akan mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian.
 klien mungkin melamun / memfokuskan kefikiran yang menyenangkan.
    Akan tetapi kecemasan semakin meningkat dan dipengaruhi oleh pengalaman                      internal dan eksternal, klien berada pada tingkat mendengarkan halusinasi, klien takut apabila orang lain mendengarkan klien tidak mampu untuk mengontrol.
Halusinasi lebih menonjol, menguasai ,dan mengontrol. Klien tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman yang sementara sehingga timbul gejala seperti tampak bicara dan tersenyum sendiri.jalan mondar mandir, komat kamit,kontak mata kurang,gelisah merasa takut, bersifat masa bodoh.    Gejala gejala tersebut bila tidak segera diintervensi dapat menimbulkan masalah masalah destruktif seperti perubahan pola nutrisi, penurunan motivasi karena kecenderungan klien menarik diri, terjadinya gangguan kebutuhan istirahat dan tidur karena halusinasi yang mengganggu, deficit perawatan diri, eliminasi, gangguan rasa aman dan nyaman, risiko terjadi perilaku kekerasan baik terhadap diri sendiri,orang lain maupun lingkungan serta  risiko terjadi perilaku bunuh diri.
.
Halusinasi menurut Maramis ( 2004 ) diklasifikasikan menjadi 10 jenis yaitu :
  1. Halusinasi penglihatan ( visual, optik) : tidak terbentuk ( sinar / bola cahaya ) berbentuk hewan / orang, berwarna / tidak berwarna
  2. Halusinasi pendengaran ( auditif, akustik ) : suara manusia, hewan, mesin, barang,  kejadian alamiah dan musik yang dapat memberikan rasa nyaman / ketakutan.
  3. Halusinasi pengecapan ( gustatorik ) : merasa mengecap / merasakan ada sesuatu rasa dimulutnya.
  4. Halusinasi penciuman ( olfaktorius ) : mencium bau seperti bunga, kemenyan, mayat dan sebagainya yang tidak ada sumbernya / tanpa obyek.
  5. Halusinasi raba ( taktil ) : merasa diraba, disentuh, ditiup / seperti ada hewan yang bergerak.
  6. Halusinasi kinestik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang / angota badannya bergerak.
  7. Halusinasi visceral : perasaan tertentu timbul didalam dirinya / tubuhnya
  8. Halusinasi hipnogogik : persepsi sensori yang salah sebelum tidur.
  9. Halusinasi hipnopompik : persepsi sensori bekerja salah tepat sebelum seseorang bangun dari tidurnya, ada pengalaman halusinatorik dalam mimpinya.
  10. Halusinasi histerik : timbul karena adanya konflik emosional.

Fase – fase Halusinasi :Halusinasi menurut Stuart and Sundeen ( 1995 ), dibagi 4 fase yaitu :
a. Fase Pertama
 Pada fase ini klein mengalami kecemasan, perasaan terpisah, kesepian, klien mungkin melamun / memfokuskan kefikiran yang menyenangkan
b. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan dipengaruhi oleh pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat mendengarkan halusinasi, klien takut apabila orang lain mendengarkan klien tidak mampu untuk mengontrol
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai ,dan mengontrol. Klien tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman yang sementara
d. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak melepaskna diri dari halusinasinya. Halusinasi berubah menjadi bersifat mengancam bagi diri klien dan orang lain.

C. Rentang Respon Neurobiologis    
Gangguan sensori persepsi : halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap gangguan orientasi realita berfokus sepanjang tentang respon dari adaptif sampai yang maladaptif dapat dilihat dengan gambar dibawah ini


Responadaptif                                                                               Responmaladaptif                                                                                    

 

Pikiran logis               Kadang proses pikir tenganggu          Gangguan proses pikir

Persepsi akurat                                 Ilusi                                                Halusinasi
Emosi konsisten        Emosi berlebih atau berkurang          Kerusakan proses pikir
dengan pengalaman
Perilaku sesuai      Perilaku yang biasa menarik diri        Perilaku tidak terorganisir
hubungan sosial harmonis    Menarik diri                                        Isolasi sosial


Respon adaptif  adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah dalam       batas normal yang meliputi :
pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai dengan kenyataan.
1.      persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lainnya dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
2.      emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai dengan stimulus yang datang.
3.      perilaku sesuai dengan cara bersikap individu yang sesuai dengan perannya.
4.      hubungan sosial harmonis, dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.

Sedangkan respon maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1.      gangguan proses pikir atau waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang tersisipi.
2.      halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, pengecapan dan penglihatan.
3.      kerusakan proses emosi adalah suatu respon yang diberikan individu tidak sesuai dengan stimulus yang datang.
4.      perilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan perannya.
5.      isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungannya.

D. Pengkajian Keperawatan
1. Faktor Predisposisi
a. faktor biologis
abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologis yang maladaptif diantaranya :
  1. lesi pada area frontal, temporal, dan limbik paling berhubungan dengan perilaku psikotik
  2. beberapa kimia otak yang juga berpengaruh di antaranya:
a). Dopamin neurotransmitter yang berlebihan.
b). Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lain.
c). Masalah-masalah pada system reseptor dopamine.


b. factor Psikologi
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis klien. Sikap yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien.
c. faktor sosial budaya
Teori mengatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon neurobiologis yang maladaptive, misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik, kehilangan kemandirian dalam kehidupan atau kehilangan harga diri, kesepian, kemiskinan. Teori ini mengatakan bahwa stress yang menumpuk dapat menunjang terjadinya gangguan psikotik.

2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologist yang maladaptive diantaranya gangguan dalam otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
b. Faktor Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu Gejala
Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologist yang maladaptive berhubungan dengan kesehatan seperti keletihan, gizi buruk, kurang tidur, ansietas, sedang sampai berat. Lingkungan seperti rasa bermusuhan, gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepian, kemiskinan, sikap dan perilaku individu seperti keputusasaan, perilaku amuk, dan pengelolaan pengobatan yang kurang.

1. Perilaku
Pengkajian pada klien dengan respon neurobiologist yang maladaptive perlu ditingkatkan dan ditekankan pada:
a. Fungsi kognitif
Pada fungsi kognitif terjadi perubahan daya ingat, klien mengalami kesukaran untuk menilai dan menggunakan memorinya atau klien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek atau jangka panjang, cara berfikir seperti anak-anak. Tidak dapat berkonsentrasi dan tidak mampu mengorganisir pemikiran dan menyusun pembicaraan.

b.Fungsi Persepsi
Gangguan persepsi yang sering ditemui pada klien adalah merasa tubuhnya bukanlah miliknya atau klien merasa terpisah dengan jati dirinyasendiri. Klien merasakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan lingkungan atau tidak ada stimulus dari lingkungan.
c. Fungsi Emosi
Terjadi gangguan emosi seperti kurangnya respon emosional terhadap pikiran, orang lain atau pengalaman. Klien menjadi apatis, afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan, reaksi emosi yang berlebihan terhadap suatu kejadian dan timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada saat yang bersamaan
d. Fungsi Motorik
Klien cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan spontan, gerakan yang diulang- ulang, tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulus yang jelas.
e. Fungsi sosial
Perasaan yang terisolasi dan terasing, perasaan kosong dan putus asa sehingga klien terpisah dari orang lain, isolasi sosial terjadi ketika klien menarik diri, rasa tidak percaya pada orang lain merupakan inti masalah pada klien dan harga diri rendah.

4. Mekanisme Koping
a. Regresi adalah bersifat seperti anak-anak. Contoh: Penderita gangguan jiwa berjalan telanjang di jalan umum.
b. Proyeksi adalah menyalahkan orang lain.
c. Menarik Diri
5. Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak pada prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit. Finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, kemampuan serta untuk memberikan dukungan secara berkesianmbungan.

6. Pohon Masalah
Menurut Budi Ana Keliat (1998) pohon masalah pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran sebagai berikut:

                  Risiko Perilaku Kekerasan
                  Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
Isolasi Sosial



E. Diagnosa Keperawatan


 Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi pendengaran